ZMedia Purwodadi

Bye-bye Dolar? ASEAN Diam-diam Bangun Kekuatan Ekonomi Baru Lewat Mata Uang Sendiri!

Daftar Isi

Gagasan untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang utama global, khususnya Dolar AS, dalam transaksi perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN bukanlah hal yang baru. Latar belakang pemikiran ini cukup sederhana: menciptakan ketahanan ekonomi yang lebih besar, mengurangi biaya transaksi valuta asing, dan meminimalisir dampak gejolak ekonomi global yang bersumber dari luar kawasan. Selama beberapa dekade, transaksi lintas batas di ASEAN umumnya menggunakan Dolar AS sebagai mata uang perantara. Hal ini berarti, misalnya, ketika Indonesia ingin berdagang dengan Thailand, Rupiah harus dikonversikan ke Dolar AS terlebih dahulu, baru kemudian ke Baht, atau sebaliknya. Proses ini tidak hanya menambah biaya transaksi tetapi juga membuat negara-negara ASEAN rentan terhadap fluktuasi nilai tukar Dolar AS yang mungkin tidak selalu relevan dengan kondisi ekonomi regional.

Mekanisme transaksi menggunakan mata uang lokal pada dasarnya adalah pertukaran langsung antara dua mata uang negara yang bertransaksi. Sebagai contoh, dalam perdagangan antara Indonesia dan Malaysia, eksportir Indonesia dapat menerima pembayaran dalam Ringgit Malaysia, yang kemudian dapat langsung dikonversikan ke Rupiah melalui mekanisme yang disepakati antarbank sentral kedua negara. Begitu pula sebaliknya bagi eksportir Malaysia.

Salah satu inisiatif yang relevan dalam konteks ini adalah Proyek Nexus. Ini merupakan proyek yang diinisiasi oleh Bank for International Settlements (BIS) Innovation Hub yang bertujuan untuk menghubungkan sistem pembayaran instan antar negara. Bayangkan, melalui Nexus, seseorang di Indonesia dapat melakukan pembayaran secara instan kepada penerima di Singapura menggunakan Rupiah, dan penerima akan menerima dana tersebut dalam Dolar Singapura, dengan proses konversi dan penyelesaian terjadi di belakang layar secara efisien. Jika konsep ini dapat diimplementasikan secara luas di ASEAN, transaksi perdagangan dan investasi akan menjadi lebih cepat, murah, dan transparan.

Potensi manfaat dari penggunaan mata uang lokal dalam transaksi ASEAN sangat signifikan. Pertama, pengurangan biaya transaksi valuta asing akan meningkatkan daya saing eksportir di kawasan. Kedua, ketergantungan yang lebih rendah pada Dolar AS dapat melindungi ekonomi regional dari dampak kebijakan moneter Amerika Serikat dan gejolak pasar keuangan global. Ketiga, penggunaan mata uang lokal dapat mendorong pendalaman pasar keuangan domestik karena permintaan terhadap mata uang sendiri akan meningkat. Keempat, ini dapat memperkuat integrasi ekonomi di ASEAN dengan menciptakan hubungan ekonomi yang lebih erat antar negara anggota.

Namun, mewujudkan visi ini tentu tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan tingkat perkembangan ekonomi dan stabilitas mata uang di antara negara-negara ASEAN. Negara dengan inflasi yang tinggi atau nilai tukar yang sangat fluktuatif mungkin akan enggan untuk melakukan transaksi langsung dengan mata uang negara lain. Selain itu, dibutuhkan harmonisasi regulasi dan infrastruktur pembayaran yang memadai di seluruh kawasan. Kepercayaan pasar terhadap mata uang lokal juga perlu dibangun dan dijaga. Bank-bank komersial juga perlu didorong untuk aktif dalam memfasilitasi transaksi dengan mata uang lokal.

Meskipun demikian, prospek penggunaan mata uang lokal di ASEAN dalam lanskap keuangan global di masa depan cukup menjanjikan. Dorongan global untuk de-dolarisasi, meskipun bertahap, memberikan momentum bagi inisiatif serupa di tingkat regional. Dengan semakin matangnya perekonomian ASEAN dan meningkatnya volume perdagangan intra-kawasan, kebutuhan akan mekanisme transaksi yang lebih efisien dan mandiri akan semakin mendesak. Keberhasilan proyek-proyek seperti Nexus menunjukkan bahwa secara teknis, hal ini semakin mungkin untuk diwujudkan.

Dari sudut pandang geopolitik regional, inisiatif ini juga memiliki implikasi yang menarik. Mengurangi ketergantungan pada mata uang negara adidaya dapat memberikan ASEAN otonomi ekonomi yang lebih besar dan memperkuat posisi tawar kolektifnya di panggung global. Ini juga dapat memperdalam rasa kebersamaan dan solidaritas di antara negara-negara anggota, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada stabilitas dan kemakmuran kawasan secara keseluruhan.

Untuk mewujudkan visi transaksi menggunakan mata uang lokal di ASEAN, ada beberapa langkah dasar yang perlu dipertimbangkan oleh para pemangku kepentingan:

1. Penguatan Koordinasi Kebijakan: Bank-bank sentral dan pemerintah negara-negara ASEAN perlu meningkatkan koordinasi kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.

2. Pengembangan Infrastruktur Pembayaran: Investasi dalam infrastruktur pembayaran lintas batas yang efisien, aman, dan terintegrasi, seperti yang dicontohkan oleh Proyek Nexus, perlu diprioritaskan.

3. Harmonisasi Regulasi: Upaya untuk menyelaraskan regulasi terkait transaksi keuangan dan pasar valuta asing di seluruh kawasan akan mempermudah implementasi sistem pembayaran mata uang lokal.

4. Sosialisasi dan Insentif: Pemerintah dan bank sentral perlu mensosialisasikan manfaat penggunaan mata uang lokal kepada pelaku usaha dan memberikan insentif untuk mendorong adopsinya.

5. Pengembangan Pasar Valuta Asing Lokal: Pasar valuta asing yang likuid dan efisien untuk mata uang lokal perlu dikembangkan untuk mendukung transaksi lintas batas.

Secara keseluruhan, potensi transaksi menggunakan mata uang lokal di ASEAN untuk menyaingi dominasi Dolar AS adalah visi yang layak dikejar. Meskipun tantangannya tidak sedikit, manfaat jangka panjang bagi stabilitas ekonomi, integrasi regional, dan posisi geopolitik ASEAN sangatlah besar. Dengan langkah-langkah yang tepat dan komitmen bersama, visi ini secara bertahap dapat menjadi kenyataan.

Posting Komentar